Sabtu, 12 Mei 2012

sejarah bilangan prima

       nah ini salah satu sejarah matematika yang bakal aku bagi. insyaAllah dilain kesempatan. aku bakal share yang lain juga. ok . wih u'll be happy with math. n me too :)
1.      Sejarah Bilangan Prima
Bilangan prima adalah bilangan asli yang hanya memiliki dua faktor, yaitu satu dan bilangan itu sendiri. Bilangan asli lebih dari satu dan bukan prima disebut bilangan komposit.
  • Permulaan
Manusia telah mengenal bilangan prima sejak 6500 SM. Tulang Ishango yang ditemukan pada tahun 1960 (sekarang disimpan di Musee d’Histoire Naturelle di Brussels) membuktikan hal tersebut. Beberapa orang menduga bahwa manusia telah mengenal bilangan prima sekitar 8000 tahun yang lalu. Hal ini terkait dengan penemuan tulang Ishango di Afrika oleh para arkeolog, pada tulang tersebut terdapat tiga kolom takik, Salah satu kolomnya memiliki 11, 13, 17, dan 19 takik. Pada satu kolom terdapat bilangan prima antara 10 sampai dengan 20. Beberapa ahli sejarah lainnya berpendapat bahwa takik pada tulang tersebut hanya sebuah catatan tanggal dan secara tidak sengaja berupa bilangan prima.
.
Tulang Ishango

Dari semua keraguan tersebut, satu hal yang pasti bahwa masyarakat pertama yang mempelajari bilangan prima ini secara lebih mendalam adalah masyarakat Yunani Kuno. Seperti yang kita ketahui Yunani Kuno memiliki kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Mereka banyak berpikir tentang sains, termasuk matematika. Pada saat itu mereka mempelajari bahwa ada bilangan yang tidak dapat dibagi lagi dan bilangan tersebut merupakan dasar dari banyak bilangan artinya setiap bilangan dapat terbentuk dari perkalian bilangan-bilangan tersebut, bilangan tersebut adalah bilangan prima.

  • 325 SM  - Euclid
Euclid membuktikan bahwa bilangan prima memiliki jumlah yang tidak terbatas. Euclid juga membuktikan teorema dasar aritmatika. Di dalam teori bilangan, teori dasar arimatika menyatakan bahwa setiap bilangan bulat lebih dari satu dapat dituliskan sebagai perkalian unik dari bilangan prima, misalnya 6936 = 23 x 31 x 172  ; 1200= 24 x 31 x 52  adalah dua contoh bilangan yang memenuhi teorema bahwa bilangan-bilangan tersebut dapat dituliskan sebagai perkalian dari bilangan prima.

·      276BC – Eratosthenes
 
Eratosthenes menciptakan metode untuk menemukan bilangan prima yang disebut dengan “The Sieve of Eratosthenes” atau dalam Bahasa “Saringan Eratothenes”. Contohnya, untuk menemukan bilangan prima lebih kecil atau sama dengan 30, prosesnya adalah sebagai berikut:
-          Pertama, tuliskan daftar bilangan bulat dari 2 sampai 30:
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
-          Dimulai dari angka 4, angka yang dapat dibagi 2 dicoret:
2 3 5 7 9 11 13 15 17 19  21 23 25 27  29.
-          Bilangan pertama pada daftar setelah 2 adalah 3, bagi semua angka dengan 3 dimulai dari 9 dan yang dapat dibagi dicoret juga:
2 3 5 7  11 13 17 19  23  25  29.
-          Bilangan pertama yang belum di coret setelah 3 adalah 5, kemudian lakukan proses yang sama seperti sebelumnya:
2 3 5 7 11 13 17 19 23  29.
-          Angka berikutnya setelah 5 yang belum tercoret adalah 7, tapi 7 kuadrat adalah 49 dimana lebih besar dari 30 sehingga proses ini selesai, angka tersisa yang tidak tercoret adalah bilangan prima lebih kecil atau sama dengan 30:
2 3 5 7 11 13 17 19 23 29.
  • 1588 – Mersenne 
            Seorang biarawan dari Perancis bernama Marinne Mersenne mengemukakan sebuah formula yang kini disebut “Mersenne Number” atau “Angka Mersenne” yaitu, Mp = 2p – 1 (dua pangkat p dikurang 1) merupakan sebuah bilangan prima. Sebagai contoh, 22 - 1= 3 adalah prima, 23 - 1 = 7 adalah prima, 25 - 1 = 31 adalah prima, dan seterusnya[2]. Faktanya, matematikawan telah membuktikan bahwa Mersenne number dapat berupa bilangan prima jika eksponennya adalah bilangan prima. Namun, tidak semuanya dapat menghasilkan bilangan prima, contohnya, 211 - 1 = 2047 = 23 x 89 adalah bukan prima. Bilangan prima  Mersenne terkecil adalah 2 dan bilangan prima Mersenne terbesar yang telah diketahui adalah 243,112,609 – 1.

  • 1601 – Fermat
Perkembangan penting berikutnya dilakukan oleh Fermat pada awal abad ke-17. Ia menyatakan bahwa p adalah prima maka untuk setiap bilangan bulat a kita mendapatkan ap = a modulo p atau lebih jelasnya, p|ap- a (p dapat membagi ap- a tanpa sisa) . Misalnya: 
23 – 2 = 6  ,  3|6   (3 dapat membagi 6 tanpa sisa)
 35 – 3 = 240  ,  5|240 (5 dapat membagi 240 tanpa sisa)
 47 – 4 = 16380  ,   7|16380 (7 membagi habis 16380)
Namun, tidak semua angka dapat memenuhi formula ini, contohnya, 341 bukan bilangan prima karena 31x11=341, tetapi 2341 - 2 dapat dibagi 341. Fermat menulis surat kepada matematikawan lain pada masanya, yaitu Marin Mersenne. Pada salah satu dari surat yang ia kirimkan, Fermat mengemukakan bahwa bilangan yang dihasilkan dari 2n + 1 akan selalu prima jika n adalah pangkat dari 2 atau dapat dinyatakan sebagai:   
Bilangan yang dihasilkan dari rumus tersebut disebut “Fermat Numbers” atau “Fermat Prime”. Namun, hal tersebut tidak sampai 100 tahun kemudian karena Euler menunjukan pada kasus berikutnya yaitu n=5, 232 + 1 = 4294967297 dapat dibagi 641 dan bukan prima.
  •  1777-  Gauss 
Tabel berikut menunjukan bilangan prima kurang dari 100:

Gauss mempelajari kepekatan Bilangan Prima. Dia menemukan hubungan antara sebuah bilangan dengan jumlah bilangan prima yang lebih kecil dari bilangan tersebut. Dia mengemukakan: Π(x)≈ x/log x, sehingga, 

Pernyataan tersebut dikenal sebagai Teorema Bilangan Prima. Seperti ditunjukan pada tabel berikut: 
2. Pengujian Bilangan Prima
Untuk menguji bilangan prima, memverifikasi bahwa angka yang diberikan n adalah prima atau tidak adalah penting. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan ini. Sebuah saringan adalah algoritma yang menghasilkan semua bilangan prima sampai batas tertentu. Saringan tersebut yang tertua adalah saringan Eratosthenes (lihat di atas), berguna untuk bilangan prima relatif kecil[3].
Tes primality modern algoritma dapat dibagi menjadi dua kelas utama, deterministik dan probabilistik (atau "Monte Carlo") algoritma. Probabilistik algoritma dapat melaporkan nomor komposit sebagai prima, namun tentu saja tidak mengidentifikasi bilangan prima sebagai angka komposit; deterministik algoritma di sisi lain tidak memiliki kemungkinan sesat tersebut. Kepentingan algoritma probabilistik terletak pada kenyataan bahwa mereka seringkali lebih cepat daripada yang deterministik; di samping untuk kebanyakan algoritma tersebut kemungkinan keliru mengidentifikasi nomor komposit sebagai perdana yang diketahui. Mereka biasanya memilih nomor acak yang disebut "saksi" dan memeriksa beberapa rumus yang melibatkan saksi dan potensi perdana n. Setelah beberapa iterasi, mereka menyatakan n untuk menjadi "pasti komposit" atau Sebagai contoh, tes primality Fermat bergantung pada Teorema kecil Fermat (lihat di atas). Jadi, jika a p − 1 (mod p ) p - 1 (mod p) adalah tidak sama dengan 1, p adalah jelas komposit. Namun, mungkin p komposit bahkan jika p - 1 = 1 (mod p) untuk semua saksi, yaitu bila p adalah Secara umum, angka komposit yang akan dinyatakan perdana mungkin tidak peduli apa pun saksi yang dipilih disebut pseudoprimes untuk masing-masing tes. Namun, yang paling populer tes probabilitas tidak menderita kelemahan ini. Waktu putar diberikan dalam bentuk n, nomor yang akan diuji dan, untuk probabilistik algoritma, jumlah k dari tes yang dilakukan.
Ada banyak jenis tertentu prima, misalnya kualifikasi oleh berbagai formula, atau dengan mempertimbangkan dengan angka decimal. Bentuk bilangan prima dari 2 p - 1, di mana p adalah bilangan prima, yang dikenal sebagai bilangan prima Mersenne. Pentingnya terletak pada kenyataan bahwa ada relatif cepat primality pengujian algoritma untuk bilangan prima Mersenne. Prima bentuk 2 2 n + 1 yang dikenal sebagai bilangan prima Fermat, sebuah n-gon biasa adalah sejajar dan constructible menggunakan kompas jika dan hanya jika n = 2 i • p n = 2 i • p
Di mana p adalah prima Fermat dan i adalah setiap nomor alam, termasuk nol. Hanya lima Fermat prima diketahui: 3, 5, 17, 257, dan 65.537. Bilangan prima p dimana 2 p + 1 adalah juga perdana dikenal sebagai bilangan prima Sophie Germain. Bilangan prima p disebut primorial atau perdana-faktorial jika memiliki bentuk p = n # ± 1 p = n # ± 1 untuk beberapa nomor n, di mana n # berdiri untuk produk 2 • 3 • 5 • 7 • ... dari semua bilangan prima ≤ n. Sebuah bilangan prima disebut faktorial jika dalam bentuk n! ± 1. Tidak diketahui apakah ada tak terhingga banyaknya primorial atau faktorial bilangan prima.
3.         Bilangan Prima Yang Diketahui
Beberapa bilangan prima terbesar yang diketahui tidak memiliki bentuk tertentu (yakni, tidak ada rumus sederhana seperti bilangan prima Mersenne yaitu) telah ditemukan dengan mengambil sepotong semi-acak data biner, mengubahnya menjadi sejumlah n, mengalikannya dengan 256 k untuk beberapa bilangan bulat positif k, dan mencari kemungkinan bilangan prima dalam interval [256 k n + 1, 256 k (n + 1) - 1].
Electronic Frontier Foundation telah menawarkan hadiah US $ 100.000 untuk penemu pertama prima dengan setidaknya 10 juta digit. Hadiah dapat diberikan kepada GIMPS dan UCLA departemen matematika untuk menemukan 47 Bilangan prima Mersenne yang dikenal. Mereka juga menawarkan $ 150.000 dan 250.000 dolar untuk 100 juta digit dan 1 milyar digit untuk masing-masing orang. Selain hipotesis Riemann, ada banyak lagi dugaan mengenai bilangan prima, banyak yang sudah tua: misalnya, keempat masalah Landau dari 1912 (yang Goldbach, kembar perdana, Legendre dugaan dan dugaan tentang bilangan prima n 2 +1).
Hal ini menduga bahwa ada tak terhingga banyaknya bilangan prima kembar, pasangan bilangan prima dengan perbedaan 2. Polignac's dugaan adalah memperkuat dugaan itu, dinyatakan bahwa untuk setiap bilangan bulat positif n, ada tak terhingga banyaknya pasangan bilangan prima yang berurutan berbeda dengan 2 n. Hal ini menduga ada tak terhingga banyaknya bilangan prima dalam bentuk n 2 + 1. Dugaan ini adalah kasus khusus yang luas hipotesis H Schinzel. Brocard's dugaan mengatakan bahwa selalu ada setidaknya empat bilangan prima antara kuadrat berturut-turut bilangan prima lebih besar daripada 2. Legendre's dugaan menyatakan bahwa ada bilangan prima antara n 2 dan (n + 1) 2 untuk setiap bilangan bulat positif n. It is implied by the stronger Cramér's conjecture . Hal ini ditunjukkan oleh kuat dugaan Cramer.
Dugaan lain menghubungkan aspek-aspek tambahan angka dengan bilangan prima: Konjektur Goldbach menegaskan bahwa setiap bahkan integer lebih besar dari 2 dapat ditulis sebagai jumlah dari dua bilangan prima, sedangkan versi lemah menyatakan bahwa setiap bilangan ganjil lebih dari 5 dapat ditulis sebagai jumlah dari tiga bilangan prima.

4.    Kodetifikasi Bilangan Prima Dalam Al-qur’an

Mufasir modern sepakat bahwa al-Qur’an dalam peng­gambarannya sangat istimewa, karena struktur sistematikanya matematis. Al-Qur’an menggunakan kodetifikasi bilangan pri­ma secara bertingkat: surat, ayat, kata, dan huruf. Dua dekade yang lalu, pembahasan masalah seperti ini merupakan hal yang sensitif, karena bisa dipandang “memperkosa” ayat-ayat al­Qur’an. Di satu sisi, tingkat penemuan yang membahas angka­-angka masih “dangkal” sehingga kurang menarik. Namun kini, dengan banyaknya alat bantu seperti komputer dan ke­majuan di bidang sains yang berhubungan satu sama lain, studi mengenai “kodetifikasi” al-Qur’an makin menampakkan hasil­nya yang luar biasa. Tentu saja, walaupun isinya sama. Hanya al-Qur’an mushaf Ustmani saja yang dipakai, dan hanya versi itulah yang memenuhi kriteria kodetifikasi al-Qur’an, sebagaimana bahasa aslinya pada saat wahyu diturunkan[4].
Penomoran surat dan penempatan ayat disusun berdasar­kan petunjuk Nabi, tidak sama dengan urutan turunnya wahyu. Hal ini membingungkan para mufasir klasik selama berabad-­abad dan menjadi sasaran kritik para Orientalis. Sekarang telah diketahui, karena di samping susunan isinya yang serasi dan harmonis, pembaca yang serius akan menemukan ­contoh struktur bilangan prima dari ratusan struktur yang ada. Istimewa sekali karena struktur tersebut menggunakan bilang­an prima kembar, di samping ujicoba dengan menggunakan Hukum Benford untuk “melihat keaslian” al-Qur’an. Apa benar dalam al-Qur’an terdapat kodetifikasi tertentu? Mana mungkin dalam kitab “antik” ada struktur matematika­nya? Segala “Sesuatu” dengan hitungan yang teliti paling tidak, terdapat dua ayat yang memberikan informasi bagi kita bahwa al-Qur’an diturunkan dengan “hitungan”.
Pertama, dalam Surat al-Jinn, Tuhan menciptakan segala se­suatu (kejadian dan semua objek di alam semesta) dengan “hitungan yang teliti satu persatu”, yaitu dari kata Arab, ‘adad.
“Suyaya Dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasut-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang sebenarnya ilmu­Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (QS al-Jinn 72 : 28).
Esensi ayat ini adalah bahwa ilmu Tuhan meliputi segala sesuatu, tidak ada yang tertinggal. Semua kejadian, objek alam, penciptaan di bumi dan langit, dan struktur al-Qur’an, tidak ada yang kebetulan. Semuanya ditetapkan dengan hitungan yang sangat teliti. Sebenarnya bila diketahui, (sebagian) ilmu tersebut meliputi risalah-risalah yang disampaikan dan ilmu yang ada pada para Rasul. Dalam kehidupan modern sekarang pun, kita akan menjumpai “hitungan tersebut”, mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit.
Oksigen (O2) memberikan kehidupan kepada semua makh­luk di bumi melalui sistem pernafasan; sangat vital. Tetapi bila kelebihan hitungan satu atom, ia akan menjadi ozon (O3); yang bila dihirup manusia boleh jadi menyebabkan bencana. Tetapi bila ditempatkan di atas atmosfer bumi, maka ia sangat berguna untuk menyerap sebagian sinar-sinar ultraviolet yang berba­haya (radiasinya) bagi makhluk di bumi. Demikian juga karbon adalah elemen kimia yang sangat penting bagi semua makhluk hidup, karena semua organisme dibangun dari senyawa kar­bon. Tetapi bila ia bersenyawa dengan oksigen yang sama-sama berguna. Senyawa baru tadi menjadi gas yang berbahaya bagi manusia, yaitu CO2l ebih lanjut untuk memahami “hitungan yang terstruktur” atau al-’adad:
Hitungan yang sangat teliti atau lebih rumit kita dayntkan pada hormon manusia. Misalnya, C18H24O2 adalah horman estrogen yang bertanggung jawab atas sifat-sifat kewanitaan. Berlebih hitungan satu atom karbon saja, ia menjadi C19H28O2 Hormon testosteron, yang bertanggung jawab atas sifat-sifat pria.
Hitungan yang terstruktur ditemukan juga pada DNA, sangat rumit dan mencengangkan:
Terdayat 3 miliar kode kimia dalam DNA yang harus dipecahkan olch ilmuwan: setiap sel manusia merupakan sebuah ensiklopedia yang memuat informasi sejuta halaman. Setiap individu manusia akan berbeda informasinya terdiri dari sekitar 100 triliun sel, artinya terdayat 100 triliun perpustakaan yang sama. Sebuah gambaran yang sulit dipercaya: 100 triliun x 1000 buku ilmu pengetahuan. Isinya Iebih banyak dari bufir pasir di dunia. Sistern hitungan ini sangat kompleks. Semua makhluk hidup diplanet ini telah diciptakan menurut Paparan kode yang ditulis dalam bahasa yang sama.4
Kedua, al-Qur’an menjelaskan bahwa untuk menambah keimanan para pembaca kitab (Yahudi, Kristen, Islam, dan lain­nya), maka ia memberikan kita “enkripsi” atau “kode” bilangan 19. Dalam bahasa al-Qur’an disebut “suatu perumpamaan yang sangat aneh”, atau matsal. Berguna untuk menambah keimanan dan keyakinan bagi para pembaca yang serius, berpikir terbuka, dan beriman, tetapi menambah kebingungan bagi orang-orang yang berprasangka, tertutup dan “menentang” kitab. Keterangan tersebut dimulai ketika kita membaca Surat al­Muddatstsir:
“Neraka (saqar) adalah pembakar kulit rnanusia. Di atasnya ada sembilan belas (19) penjaga Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami jadikan bilangan mereka itu untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang­orang yang diberi al-Kitab menjadi yakin, dan supaya orang-orang yang beriman bertambah iman nya, dan supaya orang-orang Mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang  kafir (mengatankan): ‘Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?’ ” (al-Muddatstsir 74: 29-31)
Kisah ini awalnya dimulai ketika-menurut at-Turmudzi, yang meriwayatkan dari sahabat Nabi, Jabir ibn ‘Abdillah’5 – sebagian orang Yahudi bertanya kepada sekelompok sahabat Nabi saw, “Apakah Nabi anda mengetahui jumlah penjaga neraka?” Maka turunlah ayat ini kepada Nabi, karena ditanya­kan oleh para sahabat. Riwayat lain menyimpulkan, ketika turun ayat 30 surat ini, Abu Jahal berkata, “Kalian adalah orang-­orang kuat dan pemberani, apakah kalian tidak mampu mengalahkan ke-19 penjaga neraka itu? Salah seorang di antara mereka yang bernama Abu al-Ayad ibn Kaidah al-Jumahiy, berkata dengan angkuhnya, “Dengan tangan kananku kukalahkan sepuluh dan dengan tangan kiriku sembilan”. Dari situ, angka 19 menjadi “perumpamaan yang aneh” atau matsa! bagi para ilmuwan yang membaca al-Qur’an. Kare­na ditemukan ratusan struktur matematis yang berhubungan dengan bilangan prima. Struktur Utama Struktur matematis al-Qui an sangat bervariasi, tetapi yang penting diperlihatkan adalah struktur bilangan prima kembar 19.
Struktur Pertama
Struktur pertama berhubungan dengan jumlah surat dan banyaknya juz dalam al-Qur’an. Jumlah surat di dalam al­-Qur’an adalah 114. Angka 114 adalah angka ajaib, karena bilangan prima ke-114 adalah 619, dan 114 adalah (6 x 19). Bilangan 619 merupakan prima kembar dengan pasangan 617. Kita ketahui pula, isi al-Qur’an terbagi dalam 30 juz. Angka 30 adalah bilangan komposit yang ke-19, yaitu: 4, 6, 8, 9,10,12,14, 15, 16, 18, 20, 27, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 30.
Struktur Kedua
Ditemukan kode-kode tertentu sebagai pengawasan paritas. Sehingga isi yang diterima diyakini asli oleh “pembaca”, dan tidak berubah. Al-Qur’an terstruktur dalam bentuk 6 x (1 + 9), yaitu 60 surat dengan nomor ayat-ayat yang genap, dan 54 surat dengan nomor ayat-ayat yang ganjil. Contohnya adalah al-Fatihah dengan 7 ayat berarti surat dengan ayat ganjil. Tetapi al-Baqarah dengan 286 ayat merupakan surat dengan ayat genap. Prof. Abdullah Jalghoom dari Yordania menemukan suatu ketentuan paritas dengan kondisi di atas; jumlah ke-60 surat dengan ayat-ayat genap adalah 3.450 atau (345 x 10) dan jumlah nomor surat ke-54 dengan ayat-ayat ganjil adalah 3.150 atau (345 x 9). Total jumlah nomor surat adalah 6.555 atau (345 x 19). Dari sisi matematis, bilangan tersebut adalah 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6+7+….+114=6.555.
Dengan demikian, nomor surat dan jumlah ayat-ayatnya tidak dapat dipertukarkan – jika tertukar – struktur di atas tidak berlaku. Misalnya, Surat al-Fatihah ditukar tempatnya dengan Surat al-Baqarah maka jumlah ayat-ayat yang genap menjadi 3.449 dan jumlah ayat-ayat yang ganjil menjadi 3.151.
Struktur Ketiga
Parity check juga ditemukan dalam pembagian nomor surat dengan jumlah ayatnya-menjadi satu kesatuan yang tak terpi­sahkan. Al-Qur’an dengan 114 surat terbagi dua susunannya:
1. 57 surat yang homogen, di mana nomor suratnya sama dengan jumlah ayat yang dikandungnya, yaitu genap-genap atau ganjil-ganjil Contoh Surat al-Fatihah atau “Pembuka­ari’ dengan nomor surat 1 atau ganjil, jumlah ayat yang dikandungnya juga ganjil, yaitu 7 ayat. Contoh lain adalah Surat al-Baqarah atau “Sapi Betina”. Nomor surat 2 atau genap, jumlah ayat 286 atau genap pula. Surat homogen ini, jumlah nomor surat dan jumlah ayatnya adalah 6.236, atau sama banyaknya dengan jumlah ayat al-Qur’an seluruhnya!
2. 57 surat yang heterogen, di mana nomor suratnya berlawan­an dengan jumlah ayatnya, yaitu genap-ganjil atau ganjil-­genap. Misalnya, Surat Ali’Imran, nomor surat 3 atau ganjil, jumlah ayat 200 atau genap. Jumlah nomor surat dan jumlah ayatnya adalah 6.555 atau sama dengan jumlah nomor surat dari 1 sampai dengan 114, (1+2+3+4+….+114). Dengan rumus sederhana: ( N + 1 ) / 2 x N = 115 / 2 x 114 = 115 x 57 = 345 x 14 = 6.555. Bila kedua kelompok surat ini dijumlahkan, akan meng­hasilkan bilangan prima: 6.236 + 6.555 =12.791, bilangan prima ke-1.525. Struktur ini merupakan enkripsi antara jumlah nomor surat dengan jumlah ayat al-Qur’an.
Struktur Keempat
Berpasangan sempurna dan simetris. Pemilihan angka 114 sangat luar biasa. Pembaca akan mendapatkan jumlah surat yang sama banyaknya, yaitu masing-masing 38 surat. Partisi kiri dan kanan, atau kelompok 1 dan 3, jumlah nomor surat menghasilkan bilangan,yang simetris sempurna sama banyak­nya, dan merupakan kelipatan 19, yaitu (19 x 114). Sedangkan partisi tengah menghasilkan bilangan kelipatan 19, yaitu (19 x 117). Partisi sebelah kiri adalah bilangan yang dapat dibagi habis oleh 2, tetapi bila bilangan tersebut juga dapat dibagi oleh angka 3, maka ia masuk ke partisi tengah. Sedangkan partisi kanan, adalah bilangan yang tidak dapat dibagi 2 dan atau 3, atau juga merupakan sisanya. Lebih detail, dijelaskan dalam Tabel 42.7
Struktur Kelima
Hanya ada 19 surat, tidak lebih tidak kurang-dari 114 surat-di mana jumlah nomor surat dengan nomor ayatnya me­rupakan bilangan prima
            Struktur Keenam
Jumlah 19 surat yang pertama dari surat dengan jumlah ayat-ayat bilangan prima merupakan kelipatan 19
Struktur Ketujuh
Al-Qur’an juga terbagi dua, 29 urat dengan sisipan huruf di permulaan surat (fawatih), suatu kombinasi misterius dari abjad, seperti nun, shad, alif lam. Semuanya ada 14 huruf Arab yang telah digunakan. Kombinasi-kombinasi huruf itu meru­pakan awalan, dengan 2 surat pengecualian, hanya pada surat Makiah. Angka 29 adalah bilangan prima, bilangan ke-10. Sisanya 85 surat, dengan faktor prima 5 dan 17, tidak mempu­nyai sisipan huruf. Berhubungan dengan perintah shalat, 5 kali sehari berjumlah 17 raka’at. dari 29 surat yang mempunyai sisipan ini, terstruktur sebagai berikut:
19 surat di mana kombinasi hurufnya merupakan ayat tersendiri. Contohnya adalah Surat al-Baqarah, surat nomor 2. Sisanya, 10 surat, hurufnya bukan merupakan ayat tersendiri.
19 surat di mana nomor suratnya bukan bilangan prima. Contohnya, Surat Thaha, surat nomor 20. Sisanya,10 surat, bernomor bilangan prima: 2, 3, 7, 11, 13,19, 29, 31, 41, dan 43. Coba perhatikan, surat 19 ditempatkan pada urutan nomor 6 dari urutan bilangan prima pada 10 surat tadi, artinya (6 x 19 =114), sama banyaknya dengan jumlah surat al-Qur’an. Jumlahnya pun: 2 + 3 + 7 + 11       + 43 = 197, 199 merupakan bilangan prima kembar, bilangan prima ke-46.
 Su­rat al-’Ankabut atau “Laba-laba”, terletak di posisi tengah, de­ngan nomor surat 29. Sebelumnya terdapat 14 surat fawatif dan sesudahnya juga terdapat 14 surat fawatih. Surat fawatih ini mulai dari surat nomor 2, al-Baqarah, sampai dengan nomor 68, Surat al-Qalam. Posisi ini simetris murni. Lebih lanjut, surat ke-5 dari tengah (15) adalah surat nomor 19, dan surat ke-5 setelahnya adalah surat nomor 38, atau (2 x 19). Perhatikan pula, dari Surat Maryam nomor 19 sampai akhir, ada 19 surat fawatih. Demikian pula, sebelum Surat Shad nomor 38, terdapat 19 surat fawatih. Struktur atau bentuk (10 + 19) surat-surat ini makin jelas, karena baik Surat Maryam maupun Surat Shad sama-sama ter­letak di posisi nomor 10, dari urutan depan dan dari urutan belakang. Apakah Muhammad saw yang Mengatur Itu? Profesor Bassam Jarrar menemukan bahwa, selain pengaturan jumlah huruf-huruf sisipan tadi, turunnya surat teratur berdasarkan nomor urutan dan jumlah huruf sisipan.
1.    Surat al-Qalam, bernomor 68, adalah surat pertama fawatih yang turun dengan sisipan huruf Nun. Fawatih ini tidak diulangi (hanya satu kali), karena berikutnya surat 50, Qaf, dengan huruf qaf. Diulang kedua kalinya pada ayat pertama surat 42, asy-Syura. Di sini menariknya: surat ketiga yang muncul adalah surat nomor 38, Shad, dengan huruf fawatih shad. Diulang hingga tiga kali pula, yaitu ayat pembukaan pada surat nomor 7 dan nomor 19. Lalu, apa artinya? Artinya, turun pertama kali, nun dipakai satu kali. Turun kedua, qaf dipakai 2 kali. Turun ketiga, shad, dipakai 3 kali.
2.       Di antara surat fawatih, surat nomor 2 sampai dengan surat nomor 68, terdapat 38 surat bukan fawatih, atau (2 x 19)! Lebih lanjut, bilangan 38 ini sama dengan kemunculan huruf fawatih: Alif, Lam, Mim
Coba perhatikan surat-surat fawatih ini. Mereka disusun sangat unik, simetris satu sama lain, dan surat nomor 29 dile­takkan di tengah-tengah 29 surat. Dengan kata lain 114 surat al-Qur’an ditandai dengan 19 surat yang membentuk bilangan prima-jumlah nomor surat dan ayatnya. Ditandai pula dengan 29 surat fawatih, di mana dalam 29 surat itu di-enkripsi dengan 19 surat lagi berupa huruf fawatih yang merupakan ayat tersendiri. Simetris sempurna karena surat bernomor 29 diletakkan di tengah diapit simetris oleh surat 19 dan surat bernomor 38 atau (19 x 2). Sedangkan sisanya 85 surat, (17 x 5), adalah hasil kali dua bilangan prima kembar berhubungan dengan shalat. “Kebetulan” kata Allah yang ke-19 berdampingan dalam satu ayat dengan kata shalat yang ke-17 dalam Surat an-Nisa’ ayat 103, bukan surat fawatih (dijelaskan dalam Bab Shalat). Kita lihat juga dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk kombinasi huruf fawatih ada 14 bentuk, sama dengan huruf Arabnya, yaitu sisipan dari: N, Q, H, S, T, ‘A, Y, H, K, R, ‘Sh, M, L, A. Surat al-’Ankabut: Penengah, Sistem Heksagonal, Gelembung Alam Semesta Surat nomor 29, al-’Ankabut atau Laba-laba, atau surat penengah, karena terletak di tengah-tengah surat fawatih, urutan ke-15. Berjudul laba-laba karena dalam surat ini terdapat hanya satu ayat yang menceritakan “rumah laba-laba”, yaitu pada ayat 41.
“Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-­laba” (al-’Ankabut 29 :41).
Lalu mengapa al-Qur’an menunjuk rumah laba-laba sebagai perumpamaannya? Dalam matematika, bilangan 29 adalah bilangan prima kembar dengan pasangan 31. Bagian paling menarik dari surat ini adalah hubungan antara “rumah laba-laba” yang berbentuk hexagonal atau bersudut 6 dengan bilangan prima kembar, serta hipotesis susunan (banyak) alam semesta.
Bentuk heksagonal, dengan segi 6 bersudut 60° adalah bentuk geometri yang paling efisien dalam memanfaatkan se­mua area yang ada, karena dengan volume yang sama tetapi didapat dengan jumlah keliling yang paling sedikit, dibanding­kan bentuk segi lainnya misalnya, segi 8 atau segi 5. Tidak heran pola heksagonal ini-menurut NASA – dapat ditemukan di mana-mana, di alam semesta, baik teratur (tertutup) maupun tidak teratur (terbuka), karena efisien. Misalnya, sarang laba-­laba, sarang (sel) lebah, molekul atom, sel surya, kabel serat optik, buah jeruk, dan kristal es yang membeku. Hipotesis dari para ahli kosmos di Inggris, misalnya, Sir Martin Rees: bentuk (banyak) alam semesta seperti tersusun dari dengan ukuran yang sama sebuah gelembung kecil yang dikelilingi 6 gelem­bung-gelembung lainnya-menjadikan bentuk yang paling kompak dengan pola heksagonal. Lalu mengapa angka 6? Ilmuwan matematika berpendapat bahwa umumnya kelipatan angka 6 selalu diikuti oleh bilangan prima baik sebelumnya atau sesudahnya. Bahkan beberapa di antaranya membentuk bilangan prima kembar yang istimewa; bilangan 29 dan 31, di tengahnya terdapat angka 30, (6 x 5). Bilangan 17 dan 19, di tengahnya angka 18, (6 x 3), dan bilangan 5 dan 7, di tengahnya angka 6. Bilangan lainnya adalah 41 dan 43, di tengahnya angka 42 (6 x 7). Susunan seperti ini, yang diyakini oleh sebagian besar ahli astrofisika sebagai susunan multi universes; yaitu 1 + 6. (satu di tengah, dikelililingi 6 lainnya). Faktanya, Surat al-’Ankabut bernomor 29, pada ayat 41 (laba-laba): kedua-duanya adalah bilangan prima kembar, de­ngan angka yang diapit bilangan 30 dan 42, merupakan pola heksagonal pula atau sistematika angka 6. Sehubungan dengan angka 41, kriptogram Frank Drake menggunakan kode 1271 garis : produk dari bilangan prima 31 dan 41. Peralatan ini dapat dipergunakan untuk memecahkan kode komunikasi antargalaksi, yang diterima dari sinyal-sinyal ETI, Extra Terrestrial Intelligent.
 Nah, sekarang pembaca mendapat pengertian baru, mengapa struktur jumlah surat al-Qur’an “kebetulan” merupa­kan rangkaian matematik (19 x 6), dengan koefisien angka 6, yang sebelumnya tidak terungkap. Sekali lagi, bilangan prima kembar 5 mewakili jumlah shalat dalam sehari, prima kembar 7 mewakili lapisan langit dan bumi (7lapisan dimensi/alam), 17 mewakili jumlah rakaat shalat,19 mewakili kalimat basmallah dan struktur al-Qur’an, dan 29 mewakili surat-surat fawatih. surat-surat lainnya menggunakan bilangan prima 31 dan 41, misalnya Surat ar-Rahman dengan bilangan 31 dan ayat di atas menggunakan bilangan 41. Semua mewakili bilangan prima kembar yang mengapit pola angka 6: 6, 12, 18, 24, 30, 36,….n. Surat “Penengah” ini seolah-olah ingin menunjukkan ra­hasia alam semesta-dari pola heksagonal sarang laba-laba:
Sebagian besar astrofisikawan percaya bahwa susunan multi alam semesta (‘alamin) mengambil pola heksagonal; di mana “gelembung (bubble) tengah” dikelilingi oleh “6 gelembung lainnya dengan ukuran sama”. Susunannya kira-kira sama dengan ice flake, yang dibentuk oleh molekul air. Ini adalah gambaran yang palirng mendekati – karena (multi) alam semesta belum dapat dibuktikan ­ hanya diyakini oleh para ilmuwan dengan pengukuran gaya gravitasi di kosmos dan jalannya cahaya.
Al-Qur’an yang disusun berdasarkan petunjuk Nabi Muhammad (taufiqi), tidak sesuai dengan urutan turunnya wahyu, ternyata mempunyai struktur yang spesifik. Penempatan surat, ayat, jumlah surat, jumlah ayat, semuanya tersusun sedemikian rupa sehingga kehilangan, bertambah atau tertu­karnya ayat, apalagi tertukarnya surat, membuat kekacauan makna dan struktur tadi. Ini membuktikan bahwa al-Qur’an telah terkodetifikasi secara sempurna sejak ‘azali.



1 komentar:

  1. As salam, Pn. bolehkah sekiranya latarbelakang itu ditukar....kerana ianya agak manganggu untuk dibaca.

    BalasHapus