nah ini salah satu sejarah matematika yang bakal aku bagi. insyaAllah dilain kesempatan. aku bakal share yang lain juga. ok . wih u'll be happy with math. n me too :)
1. Sejarah Bilangan Prima
Bilangan
prima adalah bilangan asli yang hanya memiliki dua faktor, yaitu satu dan
bilangan itu sendiri. Bilangan asli lebih dari satu dan bukan prima disebut
bilangan komposit.
- Permulaan
Manusia telah
mengenal bilangan prima sejak 6500 SM. Tulang Ishango yang ditemukan pada tahun
1960 (sekarang disimpan di Musee d’Histoire Naturelle di Brussels) membuktikan
hal tersebut. Beberapa orang menduga bahwa manusia
telah mengenal bilangan prima sekitar 8000 tahun yang lalu. Hal ini terkait
dengan penemuan tulang Ishango di Afrika oleh para arkeolog, pada tulang
tersebut terdapat tiga kolom takik, Salah satu kolomnya
memiliki 11, 13, 17, dan 19 takik. Pada satu kolom terdapat bilangan prima antara 10 sampai
dengan 20.
Beberapa ahli sejarah lainnya berpendapat bahwa takik pada tulang tersebut
hanya sebuah catatan tanggal dan secara tidak sengaja berupa bilangan prima.
.
Dari semua keraguan tersebut, satu hal yang pasti bahwa
masyarakat pertama yang mempelajari bilangan prima ini secara lebih mendalam
adalah masyarakat Yunani Kuno. Seperti yang kita ketahui Yunani Kuno memiliki
kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Mereka banyak berpikir tentang sains, termasuk
matematika. Pada saat itu mereka mempelajari bahwa ada bilangan yang tidak
dapat dibagi lagi dan bilangan tersebut merupakan dasar dari banyak bilangan
artinya setiap bilangan dapat terbentuk dari perkalian bilangan-bilangan tersebut,
bilangan tersebut adalah bilangan prima.
- 325
SM - Euclid
Euclid membuktikan bahwa bilangan prima memiliki jumlah yang
tidak terbatas. Euclid juga membuktikan teorema dasar aritmatika. Di dalam
teori bilangan, teori dasar arimatika menyatakan bahwa setiap bilangan bulat
lebih dari satu dapat dituliskan sebagai perkalian unik dari bilangan prima,
misalnya 6936 = 23 x 31 x 172 ; 1200= 24
x 31 x 52 adalah dua contoh bilangan yang memenuhi
teorema bahwa bilangan-bilangan tersebut dapat dituliskan sebagai perkalian
dari bilangan prima.
· 276BC – Eratosthenes
Eratosthenes menciptakan metode untuk menemukan bilangan
prima yang disebut dengan “The Sieve of Eratosthenes” atau dalam Bahasa
“Saringan Eratothenes”. Contohnya, untuk menemukan bilangan prima lebih kecil
atau sama dengan 30, prosesnya adalah sebagai berikut:
-
Pertama, tuliskan daftar bilangan bulat dari 2 sampai 30:
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30
-
Dimulai dari angka 4, angka yang dapat dibagi 2 dicoret:
2 3 5 7 9 11 13 15 17 19
21 23 25 27 29.
-
Bilangan pertama pada daftar setelah 2 adalah 3, bagi semua
angka dengan 3 dimulai dari 9 dan yang dapat dibagi dicoret juga:
2 3 5 7 11 13 17 19 23 25 29.
-
Bilangan pertama yang belum di coret setelah 3 adalah 5,
kemudian lakukan proses yang sama seperti sebelumnya:
2 3 5 7 11 13 17 19 23 29.
-
Angka berikutnya setelah 5 yang belum tercoret adalah 7,
tapi 7 kuadrat adalah 49 dimana lebih besar dari 30 sehingga proses ini
selesai, angka tersisa yang tidak tercoret adalah bilangan prima lebih kecil atau
sama dengan 30:
2 3 5 7 11 13 17 19 23 29.
- 1588
– Mersenne
Seorang biarawan dari Perancis bernama Marinne Mersenne mengemukakan sebuah
formula yang kini disebut “Mersenne Number” atau “Angka Mersenne” yaitu, Mp = 2p – 1 (dua pangkat
p dikurang 1) merupakan sebuah bilangan prima. Sebagai contoh, 22 -
1= 3 adalah prima, 23 - 1 = 7 adalah prima, 25 - 1 = 31
adalah prima, dan seterusnya[2].
Faktanya, matematikawan telah membuktikan bahwa Mersenne number dapat berupa
bilangan prima jika eksponennya adalah bilangan prima. Namun, tidak semuanya
dapat menghasilkan bilangan prima, contohnya, 211 - 1 = 2047 = 23
x 89 adalah bukan prima. Bilangan prima Mersenne terkecil adalah 2
dan bilangan prima Mersenne terbesar yang telah diketahui adalah 243,112,609
– 1.
- 1601
– Fermat
Perkembangan penting berikutnya dilakukan oleh Fermat pada
awal abad ke-17. Ia menyatakan bahwa p adalah prima maka untuk setiap
bilangan bulat a kita mendapatkan ap = a modulo
p atau lebih jelasnya, p|ap- a (p
dapat membagi ap- a tanpa sisa) . Misalnya:
23
– 2 = 6 , 3|6 (3 dapat
membagi 6 tanpa sisa)
35
– 3 = 240 , 5|240 (5 dapat membagi 240
tanpa sisa)
47
– 4 = 16380 , 7|16380 (7 membagi
habis 16380)
Namun, tidak semua angka dapat memenuhi formula ini,
contohnya, 341 bukan bilangan prima karena 31x11=341, tetapi 2341 -
2 dapat dibagi 341. Fermat menulis surat kepada matematikawan lain pada
masanya, yaitu Marin Mersenne. Pada salah satu dari surat yang ia kirimkan,
Fermat mengemukakan bahwa bilangan yang dihasilkan dari 2n +
1 akan selalu prima jika n adalah pangkat dari 2 atau dapat dinyatakan
sebagai:
Bilangan yang dihasilkan dari rumus
tersebut disebut “Fermat Numbers” atau “Fermat Prime”. Namun, hal tersebut
tidak sampai 100 tahun kemudian karena Euler menunjukan pada kasus berikutnya
yaitu n=5, 232 + 1 = 4294967297 dapat dibagi 641 dan bukan
prima.
- 1777-
Gauss
Tabel berikut menunjukan bilangan
prima kurang dari 100:
Gauss mempelajari kepekatan Bilangan
Prima. Dia menemukan hubungan antara sebuah bilangan dengan jumlah bilangan
prima yang lebih kecil dari bilangan tersebut. Dia mengemukakan: Π(x)≈ x/log
x, sehingga,
Pernyataan tersebut dikenal sebagai
Teorema Bilangan Prima. Seperti ditunjukan pada tabel berikut:
2. Pengujian
Bilangan Prima
Untuk
menguji bilangan prima,
memverifikasi bahwa angka yang diberikan n adalah prima atau tidak adalah
penting. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan ini. Sebuah saringan adalah
algoritma yang menghasilkan semua bilangan prima sampai batas tertentu.
Saringan tersebut yang tertua adalah saringan Eratosthenes (lihat di atas),
berguna untuk bilangan prima relatif kecil[3].
Tes
primality modern algoritma dapat dibagi menjadi dua kelas utama, deterministik
dan probabilistik (atau "Monte Carlo") algoritma. Probabilistik
algoritma dapat melaporkan nomor komposit sebagai prima, namun tentu saja tidak
mengidentifikasi bilangan prima sebagai angka komposit; deterministik algoritma
di sisi lain tidak memiliki kemungkinan sesat tersebut. Kepentingan algoritma
probabilistik terletak pada kenyataan bahwa mereka seringkali lebih cepat
daripada yang deterministik; di samping untuk kebanyakan algoritma tersebut
kemungkinan keliru mengidentifikasi nomor komposit sebagai perdana yang
diketahui. Mereka biasanya memilih nomor acak yang disebut "saksi"
dan memeriksa beberapa rumus yang melibatkan saksi dan potensi perdana n.
Setelah beberapa iterasi, mereka menyatakan n untuk menjadi "pasti
komposit" atau Sebagai contoh, tes primality Fermat bergantung pada
Teorema kecil Fermat (lihat di atas). Jadi, jika a p − 1 (mod p ) p - 1 (mod p)
adalah tidak sama dengan 1, p adalah jelas komposit. Namun, mungkin p komposit
bahkan jika p - 1 = 1 (mod p) untuk semua saksi, yaitu bila p adalah Secara
umum, angka komposit yang akan dinyatakan perdana mungkin tidak peduli apa pun
saksi yang dipilih disebut pseudoprimes untuk masing-masing tes. Namun, yang
paling populer tes probabilitas tidak menderita kelemahan ini. Waktu putar
diberikan dalam bentuk n, nomor yang akan diuji dan, untuk probabilistik
algoritma, jumlah k dari tes yang dilakukan.
Ada
banyak jenis tertentu prima, misalnya kualifikasi oleh berbagai formula, atau
dengan mempertimbangkan dengan angka decimal. Bentuk bilangan prima dari 2 p -
1, di mana p adalah bilangan prima, yang dikenal sebagai bilangan prima
Mersenne. Pentingnya terletak pada kenyataan bahwa ada relatif cepat primality
pengujian algoritma untuk bilangan prima Mersenne. Prima bentuk 2 2 n + 1 yang
dikenal sebagai bilangan prima Fermat, sebuah n-gon biasa adalah sejajar dan
constructible menggunakan kompas jika dan hanya jika n = 2 i • p n = 2 i • p
Di
mana p adalah prima Fermat dan i adalah setiap nomor alam, termasuk nol. Hanya
lima Fermat prima diketahui: 3, 5, 17, 257, dan 65.537. Bilangan prima p dimana
2 p + 1 adalah juga perdana dikenal sebagai bilangan prima Sophie Germain.
Bilangan prima p disebut primorial atau perdana-faktorial jika memiliki bentuk
p = n # ± 1 p = n # ± 1 untuk beberapa nomor n, di mana n # berdiri untuk
produk 2 • 3 • 5 • 7 • ... dari semua bilangan prima ≤ n. Sebuah bilangan prima
disebut faktorial jika dalam bentuk n! ± 1. Tidak diketahui apakah ada tak
terhingga banyaknya primorial atau faktorial bilangan prima.
3.
Bilangan
Prima Yang Diketahui
Beberapa
bilangan prima terbesar yang diketahui tidak memiliki bentuk tertentu (yakni,
tidak ada rumus sederhana seperti bilangan prima Mersenne yaitu) telah
ditemukan dengan mengambil sepotong semi-acak data biner, mengubahnya menjadi
sejumlah n, mengalikannya dengan 256 k untuk beberapa bilangan bulat positif k,
dan mencari kemungkinan bilangan prima dalam interval [256 k n + 1, 256 k (n +
1) - 1].
Electronic
Frontier Foundation telah menawarkan hadiah US $ 100.000 untuk penemu pertama
prima dengan setidaknya 10 juta digit. Hadiah dapat diberikan kepada GIMPS dan
UCLA departemen matematika untuk menemukan 47 Bilangan prima Mersenne yang
dikenal. Mereka juga menawarkan $ 150.000 dan 250.000 dolar untuk 100 juta
digit dan 1 milyar digit untuk masing-masing orang. Selain hipotesis Riemann,
ada banyak lagi dugaan mengenai bilangan prima, banyak yang sudah tua:
misalnya, keempat masalah Landau dari 1912 (yang Goldbach, kembar perdana,
Legendre dugaan dan dugaan tentang bilangan prima n 2 +1).
Hal
ini menduga bahwa ada tak terhingga banyaknya bilangan prima kembar, pasangan
bilangan prima dengan perbedaan 2. Polignac's dugaan adalah memperkuat dugaan
itu, dinyatakan bahwa untuk setiap bilangan bulat positif n, ada tak terhingga
banyaknya pasangan bilangan prima yang berurutan berbeda dengan 2 n. Hal ini
menduga ada tak terhingga banyaknya bilangan prima dalam bentuk n 2 + 1. Dugaan
ini adalah kasus khusus yang luas hipotesis H Schinzel. Brocard's dugaan
mengatakan bahwa selalu ada setidaknya empat bilangan prima antara kuadrat
berturut-turut bilangan prima lebih besar daripada 2. Legendre's dugaan
menyatakan bahwa ada bilangan prima antara n 2 dan (n + 1) 2 untuk setiap
bilangan bulat positif n. It is implied by the stronger Cramér's conjecture .
Hal ini ditunjukkan oleh kuat dugaan Cramer.
Dugaan
lain menghubungkan aspek-aspek tambahan angka dengan bilangan prima: Konjektur
Goldbach menegaskan bahwa setiap bahkan integer lebih besar dari 2 dapat
ditulis sebagai jumlah dari dua bilangan prima, sedangkan versi lemah
menyatakan bahwa setiap bilangan ganjil lebih dari 5 dapat ditulis sebagai
jumlah dari tiga bilangan prima.
4.
Kodetifikasi
Bilangan Prima Dalam Al-qur’an
Mufasir
modern sepakat bahwa al-Qur’an dalam penggambarannya sangat istimewa, karena
struktur sistematikanya matematis. Al-Qur’an menggunakan kodetifikasi
bilangan prima secara bertingkat: surat, ayat, kata, dan huruf. Dua dekade
yang lalu, pembahasan masalah seperti ini merupakan hal yang sensitif, karena
bisa dipandang “memperkosa” ayat-ayat alQur’an. Di satu sisi, tingkat penemuan
yang membahas angka-angka masih “dangkal” sehingga kurang menarik. Namun kini,
dengan banyaknya alat bantu seperti komputer dan kemajuan di bidang sains yang
berhubungan satu sama lain, studi mengenai “kodetifikasi” al-Qur’an makin
menampakkan hasilnya yang luar biasa. Tentu saja, walaupun isinya sama. Hanya
al-Qur’an mushaf Ustmani saja yang dipakai, dan hanya versi itulah yang
memenuhi kriteria kodetifikasi al-Qur’an, sebagaimana bahasa aslinya pada saat
wahyu diturunkan[4].
Penomoran
surat dan penempatan ayat disusun berdasarkan petunjuk Nabi, tidak sama dengan
urutan turunnya wahyu. Hal ini membingungkan para mufasir klasik selama berabad-abad
dan menjadi sasaran kritik para Orientalis. Sekarang telah diketahui, karena di
samping susunan isinya yang serasi dan harmonis, pembaca yang serius akan
menemukan contoh struktur bilangan prima dari ratusan struktur yang ada.
Istimewa sekali karena struktur tersebut menggunakan bilangan prima kembar, di
samping ujicoba dengan menggunakan Hukum Benford untuk “melihat keaslian”
al-Qur’an. Apa benar dalam al-Qur’an terdapat kodetifikasi tertentu? Mana
mungkin dalam kitab “antik” ada struktur matematikanya? Segala “Sesuatu”
dengan hitungan yang teliti paling tidak, terdapat dua ayat yang memberikan
informasi bagi kita bahwa al-Qur’an diturunkan dengan “hitungan”.
Pertama,
dalam Surat al-Jinn, Tuhan menciptakan segala sesuatu (kejadian dan semua
objek di alam semesta) dengan “hitungan yang teliti satu persatu”, yaitu dari
kata Arab, ‘adad.
“Suyaya
Dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasut-rasul itu telah menyampaikan
risalah-risalah Tuhannya, sedang sebenarnya ilmuNya meliputi apa yang ada pada
mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (QS
al-Jinn 72 : 28).
Esensi ayat
ini adalah bahwa ilmu Tuhan meliputi segala sesuatu, tidak ada yang tertinggal.
Semua kejadian, objek alam, penciptaan di bumi dan langit, dan struktur
al-Qur’an, tidak ada yang kebetulan. Semuanya ditetapkan dengan hitungan yang
sangat teliti. Sebenarnya bila diketahui, (sebagian) ilmu tersebut meliputi
risalah-risalah yang disampaikan dan ilmu yang ada pada para Rasul. Dalam
kehidupan modern sekarang pun, kita akan menjumpai “hitungan tersebut”, mulai
dari yang sederhana sampai yang paling rumit.
Oksigen (O2)
memberikan kehidupan kepada semua makhluk di bumi melalui sistem pernafasan;
sangat vital. Tetapi bila kelebihan hitungan satu atom, ia akan menjadi ozon (O3);
yang bila dihirup manusia boleh jadi menyebabkan bencana. Tetapi bila
ditempatkan di atas atmosfer bumi, maka ia sangat berguna untuk menyerap
sebagian sinar-sinar ultraviolet yang berbahaya (radiasinya) bagi makhluk di
bumi. Demikian juga karbon adalah elemen kimia yang sangat penting bagi semua
makhluk hidup, karena semua organisme dibangun dari senyawa karbon. Tetapi
bila ia bersenyawa dengan oksigen yang sama-sama berguna. Senyawa baru tadi
menjadi gas yang berbahaya bagi manusia, yaitu CO2l ebih lanjut
untuk memahami “hitungan yang terstruktur” atau al-’adad:
Hitungan
yang sangat teliti atau lebih rumit kita dayntkan pada hormon manusia.
Misalnya, C18H24O2 adalah horman estrogen yang
bertanggung jawab atas sifat-sifat kewanitaan. Berlebih hitungan satu atom
karbon saja, ia menjadi C19H28O2 Hormon
testosteron, yang bertanggung jawab atas sifat-sifat pria.
Hitungan yang
terstruktur ditemukan juga pada DNA, sangat rumit dan mencengangkan:
Terdayat 3 miliar kode kimia dalam DNA yang harus dipecahkan olch ilmuwan: setiap sel manusia merupakan sebuah ensiklopedia yang memuat informasi sejuta halaman. Setiap individu manusia akan berbeda informasinya terdiri dari sekitar 100 triliun sel, artinya terdayat 100 triliun perpustakaan yang sama. Sebuah gambaran yang sulit dipercaya: 100 triliun x 1000 buku ilmu pengetahuan. Isinya Iebih banyak dari bufir pasir di dunia. Sistern hitungan ini sangat kompleks. Semua makhluk hidup diplanet ini telah diciptakan menurut Paparan kode yang ditulis dalam bahasa yang sama.4
Terdayat 3 miliar kode kimia dalam DNA yang harus dipecahkan olch ilmuwan: setiap sel manusia merupakan sebuah ensiklopedia yang memuat informasi sejuta halaman. Setiap individu manusia akan berbeda informasinya terdiri dari sekitar 100 triliun sel, artinya terdayat 100 triliun perpustakaan yang sama. Sebuah gambaran yang sulit dipercaya: 100 triliun x 1000 buku ilmu pengetahuan. Isinya Iebih banyak dari bufir pasir di dunia. Sistern hitungan ini sangat kompleks. Semua makhluk hidup diplanet ini telah diciptakan menurut Paparan kode yang ditulis dalam bahasa yang sama.4
Kedua,
al-Qur’an menjelaskan bahwa untuk menambah keimanan para pembaca kitab (Yahudi,
Kristen, Islam, dan lainnya), maka ia memberikan kita “enkripsi” atau “kode”
bilangan 19. Dalam bahasa al-Qur’an disebut “suatu perumpamaan yang sangat
aneh”, atau matsal. Berguna untuk menambah keimanan dan keyakinan bagi
para pembaca yang serius, berpikir terbuka, dan beriman, tetapi menambah
kebingungan bagi orang-orang yang berprasangka, tertutup dan “menentang” kitab.
Keterangan tersebut dimulai ketika kita membaca Surat alMuddatstsir:
“Neraka
(saqar) adalah pembakar kulit rnanusia. Di atasnya ada sembilan belas (19)
penjaga Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan
tidaklah Kami jadikan bilangan mereka itu untuk jadi cobaan bagi orang-orang
kafir, supaya orangorang yang diberi al-Kitab menjadi yakin, dan supaya
orang-orang yang beriman bertambah iman nya, dan supaya orang-orang Mukmin itu
tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan
orang-orang kafir (mengatankan): ‘Apakah yang dikehendaki Allah dengan
bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?’ ” (al-Muddatstsir 74:
29-31)
Kisah ini
awalnya dimulai ketika-menurut at-Turmudzi, yang meriwayatkan dari sahabat
Nabi, Jabir ibn ‘Abdillah’5 – sebagian orang Yahudi bertanya kepada sekelompok
sahabat Nabi saw, “Apakah Nabi anda mengetahui jumlah penjaga neraka?” Maka
turunlah ayat ini kepada Nabi, karena ditanyakan oleh para sahabat. Riwayat
lain menyimpulkan, ketika turun ayat 30 surat ini, Abu Jahal berkata, “Kalian
adalah orang-orang kuat dan pemberani, apakah kalian tidak mampu mengalahkan
ke-19 penjaga neraka itu? Salah seorang di antara mereka yang bernama Abu
al-Ayad ibn Kaidah al-Jumahiy, berkata dengan angkuhnya, “Dengan tangan kananku
kukalahkan sepuluh dan dengan tangan kiriku sembilan”. Dari situ, angka 19
menjadi “perumpamaan yang aneh” atau matsa! bagi para ilmuwan yang membaca
al-Qur’an. Karena ditemukan ratusan struktur matematis yang berhubungan dengan
bilangan prima. Struktur Utama
Struktur matematis al-Qui an sangat bervariasi, tetapi yang penting
diperlihatkan adalah struktur bilangan prima kembar 19.
Struktur
Pertama
Struktur
pertama berhubungan dengan jumlah surat dan banyaknya juz dalam al-Qur’an.
Jumlah surat di dalam al-Qur’an adalah 114. Angka 114 adalah
angka ajaib, karena bilangan prima ke-114 adalah 619, dan 114
adalah (6 x 19). Bilangan 619 merupakan prima kembar dengan
pasangan 617. Kita ketahui pula, isi al-Qur’an terbagi dalam 30 juz. Angka 30
adalah bilangan komposit yang ke-19, yaitu: 4, 6, 8,
9,10,12,14, 15, 16, 18, 20, 27, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 30.
Struktur
Kedua
Ditemukan
kode-kode tertentu sebagai pengawasan paritas. Sehingga isi yang diterima
diyakini asli oleh “pembaca”, dan tidak berubah. Al-Qur’an terstruktur dalam
bentuk 6 x (1 + 9), yaitu 60 surat dengan nomor ayat-ayat yang genap, dan 54
surat dengan nomor ayat-ayat yang ganjil. Contohnya adalah al-Fatihah dengan 7
ayat berarti surat dengan ayat ganjil. Tetapi al-Baqarah dengan 286 ayat
merupakan surat dengan ayat genap. Prof. Abdullah Jalghoom dari Yordania
menemukan suatu ketentuan paritas dengan kondisi di atas; jumlah ke-60 surat
dengan ayat-ayat genap adalah 3.450 atau (345 x 10) dan jumlah nomor surat
ke-54 dengan ayat-ayat ganjil adalah 3.150 atau (345 x 9). Total jumlah nomor
surat adalah 6.555 atau (345 x 19). Dari sisi matematis, bilangan tersebut
adalah 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6+7+….+114=6.555.
Dengan
demikian, nomor surat dan jumlah ayat-ayatnya tidak dapat dipertukarkan – jika
tertukar – struktur di atas tidak berlaku. Misalnya, Surat al-Fatihah ditukar
tempatnya dengan Surat al-Baqarah maka jumlah ayat-ayat yang genap menjadi
3.449 dan jumlah ayat-ayat yang ganjil menjadi 3.151.
Struktur
Ketiga
Parity
check juga ditemukan dalam pembagian nomor surat dengan jumlah ayatnya-menjadi
satu kesatuan yang tak terpisahkan. Al-Qur’an dengan 114 surat terbagi dua
susunannya:
1.
57 surat yang homogen, di mana nomor suratnya sama dengan jumlah ayat
yang dikandungnya, yaitu genap-genap atau ganjil-ganjil
Contoh Surat al-Fatihah atau “Pembukaari’ dengan nomor surat 1 atau ganjil,
jumlah ayat yang dikandungnya juga ganjil, yaitu 7 ayat. Contoh lain adalah
Surat al-Baqarah atau “Sapi Betina”. Nomor surat 2 atau genap, jumlah ayat 286
atau genap pula. Surat homogen ini, jumlah nomor surat dan jumlah ayatnya
adalah 6.236, atau sama banyaknya dengan jumlah ayat al-Qur’an seluruhnya!
2.
57 surat yang heterogen, di mana nomor suratnya berlawanan dengan
jumlah ayatnya, yaitu genap-ganjil atau ganjil-genap. Misalnya, Surat
Ali’Imran, nomor surat 3 atau ganjil, jumlah ayat 200 atau genap. Jumlah nomor
surat dan jumlah ayatnya adalah 6.555 atau sama dengan jumlah nomor surat dari
1 sampai dengan 114, (1+2+3+4+….+114). Dengan rumus sederhana: ( N + 1 ) / 2 x
N = 115 / 2 x 114 = 115 x 57 = 345 x 14 = 6.555. Bila kedua kelompok surat ini
dijumlahkan, akan menghasilkan bilangan prima: 6.236 + 6.555 =12.791, bilangan
prima ke-1.525. Struktur ini merupakan enkripsi antara jumlah nomor surat
dengan jumlah ayat al-Qur’an.
Struktur
Keempat
Berpasangan sempurna
dan simetris. Pemilihan angka 114 sangat luar biasa. Pembaca akan mendapatkan
jumlah surat yang sama banyaknya, yaitu masing-masing 38 surat. Partisi kiri
dan kanan, atau kelompok 1 dan 3, jumlah nomor surat menghasilkan bilangan,yang
simetris sempurna sama banyaknya, dan merupakan kelipatan 19, yaitu (19 x
114). Sedangkan partisi tengah menghasilkan bilangan kelipatan 19, yaitu (19 x
117). Partisi sebelah kiri adalah bilangan yang dapat dibagi habis oleh 2,
tetapi bila bilangan tersebut juga dapat dibagi oleh angka 3, maka ia masuk ke
partisi tengah. Sedangkan partisi kanan, adalah bilangan yang tidak dapat
dibagi 2 dan atau 3, atau juga merupakan sisanya. Lebih detail, dijelaskan
dalam Tabel 42.7
Struktur
Kelima
Hanya ada 19
surat, tidak lebih tidak kurang-dari 114 surat-di mana jumlah nomor surat
dengan nomor ayatnya merupakan bilangan prima
Struktur Keenam
Struktur Keenam
Jumlah 19 surat yang pertama
dari surat dengan jumlah ayat-ayat bilangan prima merupakan kelipatan 19
Struktur
Ketujuh
Al-Qur’an
juga terbagi dua, 29 urat dengan sisipan huruf di permulaan
surat (fawatih), suatu kombinasi misterius dari abjad, seperti nun,
shad, alif lam. Semuanya ada 14 huruf Arab yang telah digunakan.
Kombinasi-kombinasi huruf itu merupakan awalan, dengan 2 surat pengecualian,
hanya pada surat Makiah. Angka 29 adalah bilangan prima,
bilangan ke-10. Sisanya 85 surat, dengan faktor prima 5 dan 17, tidak mempunyai
sisipan huruf. Berhubungan dengan perintah shalat, 5 kali sehari berjumlah 17 raka’at.
dari 29 surat yang mempunyai sisipan ini, terstruktur sebagai berikut:
19
surat di mana kombinasi hurufnya merupakan ayat tersendiri. Contohnya adalah
Surat al-Baqarah, surat nomor 2. Sisanya, 10 surat, hurufnya bukan merupakan
ayat tersendiri.
19
surat di mana nomor suratnya bukan bilangan prima. Contohnya, Surat Thaha,
surat nomor 20. Sisanya,10 surat, bernomor bilangan prima: 2, 3, 7, 11, 13,19,
29, 31, 41, dan 43. Coba perhatikan, surat 19 ditempatkan pada urutan nomor 6
dari urutan bilangan prima pada 10 surat tadi, artinya (6 x 19 =114), sama
banyaknya dengan jumlah surat al-Qur’an. Jumlahnya pun: 2 + 3 + 7 +
11 + 43 = 197, 199 merupakan bilangan prima
kembar, bilangan prima ke-46.
Surat al-’Ankabut atau “Laba-laba”, terletak
di posisi tengah, dengan nomor surat 29. Sebelumnya terdapat
14 surat fawatif dan sesudahnya juga terdapat 14 surat fawatih. Surat fawatih
ini mulai dari surat nomor 2, al-Baqarah, sampai dengan nomor 68, Surat
al-Qalam. Posisi ini simetris murni. Lebih lanjut, surat ke-5 dari tengah (15)
adalah surat nomor 19, dan surat ke-5 setelahnya adalah surat nomor 38, atau (2
x 19). Perhatikan pula, dari Surat Maryam nomor 19 sampai
akhir, ada 19 surat fawatih. Demikian pula, sebelum Surat Shad
nomor 38, terdapat 19 surat fawatih. Struktur atau bentuk (10 + 19) surat-surat ini makin jelas, karena
baik Surat Maryam maupun Surat Shad sama-sama terletak di posisi nomor 10,
dari urutan depan dan dari urutan belakang. Apakah Muhammad saw yang
Mengatur Itu? Profesor Bassam Jarrar menemukan bahwa, selain
pengaturan jumlah huruf-huruf sisipan tadi, turunnya surat teratur berdasarkan
nomor urutan dan jumlah huruf sisipan.
1.
Surat al-Qalam, bernomor 68, adalah surat pertama fawatih yang turun dengan
sisipan huruf Nun. Fawatih ini tidak diulangi (hanya satu kali),
karena berikutnya surat 50, Qaf, dengan huruf qaf. Diulang kedua
kalinya pada ayat pertama surat 42, asy-Syura. Di sini menariknya: surat ketiga
yang muncul adalah surat nomor 38, Shad, dengan huruf fawatih shad.
Diulang hingga tiga kali pula, yaitu ayat pembukaan pada surat nomor 7 dan
nomor 19. Lalu, apa artinya? Artinya, turun pertama kali, nun dipakai
satu kali. Turun kedua, qaf dipakai 2 kali. Turun ketiga, shad,
dipakai 3 kali.
2.
Di antara surat fawatih, surat nomor 2 sampai dengan surat nomor 68, terdapat
38 surat bukan fawatih, atau (2 x 19)! Lebih lanjut, bilangan 38 ini sama
dengan kemunculan huruf fawatih: Alif, Lam, Mim
Coba
perhatikan surat-surat fawatih ini. Mereka disusun sangat unik, simetris satu
sama lain, dan surat nomor 29 diletakkan di tengah-tengah 29
surat. Dengan kata lain 114 surat al-Qur’an ditandai dengan 19 surat yang
membentuk bilangan prima-jumlah nomor surat dan ayatnya. Ditandai pula dengan 29
surat fawatih, di mana dalam 29 surat itu di-enkripsi dengan 19
surat lagi berupa huruf fawatih yang merupakan ayat tersendiri. Simetris
sempurna karena surat bernomor 29 diletakkan di tengah diapit
simetris oleh surat 19 dan surat bernomor 38 atau (19
x 2). Sedangkan sisanya 85 surat, (17 x 5), adalah
hasil kali dua bilangan prima kembar berhubungan dengan shalat. “Kebetulan”
kata Allah yang ke-19 berdampingan dalam satu ayat dengan kata
shalat yang ke-17 dalam Surat an-Nisa’ ayat 103, bukan surat
fawatih (dijelaskan dalam Bab Shalat). Kita lihat juga dari tabel di atas,
dapat disimpulkan bahwa bentuk kombinasi huruf fawatih ada 14 bentuk, sama
dengan huruf Arabnya, yaitu sisipan dari: N, Q, H, S, T, ‘A, Y,
H, K, R, ‘Sh, M, L, A. Surat al-’Ankabut: Penengah, Sistem Heksagonal,
Gelembung Alam Semesta Surat nomor 29, al-’Ankabut atau
Laba-laba, atau surat penengah, karena terletak di tengah-tengah surat fawatih,
urutan ke-15. Berjudul laba-laba karena dalam surat ini terdapat hanya satu
ayat yang menceritakan “rumah laba-laba”, yaitu pada ayat 41.
“Sesungguhnya
rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba” (al-’Ankabut
29 :41).
Lalu mengapa
al-Qur’an menunjuk rumah laba-laba sebagai perumpamaannya? Dalam matematika, bilangan 29 adalah
bilangan prima kembar dengan pasangan 31. Bagian paling menarik dari surat ini
adalah hubungan antara “rumah laba-laba” yang berbentuk hexagonal atau bersudut
6 dengan bilangan prima kembar, serta hipotesis susunan (banyak) alam semesta.
Bentuk
heksagonal, dengan segi 6 bersudut 60° adalah bentuk geometri yang paling
efisien dalam memanfaatkan semua area yang ada, karena dengan volume yang sama
tetapi didapat dengan jumlah keliling yang paling sedikit, dibandingkan bentuk
segi lainnya misalnya, segi 8 atau segi 5. Tidak heran pola heksagonal
ini-menurut NASA – dapat ditemukan di mana-mana, di alam semesta, baik teratur
(tertutup) maupun tidak teratur (terbuka), karena efisien. Misalnya, sarang
laba-laba, sarang (sel) lebah, molekul atom, sel surya, kabel serat optik,
buah jeruk, dan kristal es yang membeku. Hipotesis dari para ahli kosmos di
Inggris, misalnya, Sir Martin Rees: bentuk (banyak) alam semesta seperti
tersusun dari dengan ukuran yang sama sebuah gelembung kecil yang dikelilingi 6
gelembung-gelembung lainnya-menjadikan bentuk yang paling kompak dengan pola
heksagonal. Lalu mengapa angka 6? Ilmuwan matematika berpendapat bahwa umumnya
kelipatan angka 6 selalu diikuti oleh bilangan prima baik sebelumnya atau
sesudahnya. Bahkan beberapa di antaranya membentuk bilangan prima kembar yang
istimewa; bilangan 29 dan 31, di tengahnya terdapat angka 30,
(6 x 5). Bilangan 17 dan 19, di tengahnya angka 18, (6 x 3), dan bilangan 5 dan
7, di tengahnya angka 6. Bilangan lainnya adalah 41 dan 43, di
tengahnya angka 42 (6 x 7). Susunan seperti ini, yang diyakini oleh sebagian
besar ahli astrofisika sebagai susunan multi universes; yaitu 1 + 6. (satu di
tengah, dikelililingi 6 lainnya). Faktanya, Surat al-’Ankabut bernomor 29,
pada ayat 41 (laba-laba): kedua-duanya adalah bilangan prima
kembar, dengan angka yang diapit bilangan 30 dan 42, merupakan pola heksagonal
pula atau sistematika angka 6. Sehubungan dengan angka 41, kriptogram Frank
Drake menggunakan kode 1271 garis : produk dari bilangan prima 31
dan 41. Peralatan ini dapat dipergunakan untuk memecahkan kode
komunikasi antargalaksi, yang diterima dari sinyal-sinyal ETI, Extra
Terrestrial Intelligent.
Nah, sekarang pembaca mendapat pengertian
baru, mengapa struktur jumlah surat al-Qur’an “kebetulan” merupakan rangkaian
matematik (19 x 6), dengan koefisien angka 6, yang sebelumnya
tidak terungkap. Sekali lagi, bilangan prima kembar 5 mewakili
jumlah shalat dalam sehari, prima kembar 7 mewakili lapisan
langit dan bumi (7lapisan dimensi/alam), 17 mewakili jumlah
rakaat shalat,19 mewakili kalimat basmallah dan struktur al-Qur’an,
dan 29 mewakili surat-surat fawatih. surat-surat lainnya
menggunakan bilangan prima 31 dan 41, misalnya Surat ar-Rahman dengan bilangan 31
dan ayat di atas menggunakan bilangan 41. Semua mewakili
bilangan prima kembar yang mengapit pola angka 6: 6, 12, 18, 24, 30, 36,….n.
Surat “Penengah” ini seolah-olah ingin menunjukkan rahasia alam semesta-dari
pola heksagonal sarang laba-laba:
Sebagian
besar astrofisikawan percaya bahwa susunan multi alam semesta (‘alamin)
mengambil pola heksagonal; di mana “gelembung (bubble) tengah”
dikelilingi oleh “6 gelembung lainnya dengan ukuran sama”. Susunannya kira-kira
sama dengan ice flake, yang dibentuk oleh molekul air. Ini adalah
gambaran yang palirng mendekati – karena (multi) alam semesta belum dapat
dibuktikan hanya diyakini oleh para ilmuwan dengan pengukuran gaya gravitasi
di kosmos dan jalannya cahaya.
Al-Qur’an
yang disusun berdasarkan petunjuk Nabi Muhammad (taufiqi), tidak
sesuai dengan urutan turunnya wahyu, ternyata mempunyai struktur yang spesifik.
Penempatan surat, ayat, jumlah surat, jumlah ayat, semuanya tersusun sedemikian
rupa sehingga kehilangan, bertambah atau tertukarnya ayat, apalagi tertukarnya
surat, membuat kekacauan makna dan struktur tadi. Ini membuktikan bahwa
al-Qur’an telah terkodetifikasi secara sempurna sejak ‘azali.
As salam, Pn. bolehkah sekiranya latarbelakang itu ditukar....kerana ianya agak manganggu untuk dibaca.
BalasHapus